Sabtu, 14 April 2012

Syahdunya menyaksikan Ka'bah

Syahdunya menyaksikan Ka'bah | Info Haji Umrah terkini |



Bagi mereka yang belum pernah melaksanakan Umrah atau menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci (Makkah), maka Ka’bah (Baitullah) hanya bisa dilihat melalui layar televisi (umumnya saat Ramadhan) atau melalui media cetak maupun foto-foto. Karena tidak menyaksikan secara langsung, maka kurang ada pengaruh dari pemandangan itu. Lain halnya, jika menyaksikan secara langsung kondisi Ka’bah yang dibangun oleh Nabiyullah Ibrahim Alaihissalam. Maka rasa kagum, takjub menyelimuti perasaan jamaah yang baru pertama kali menyaksikannya.

Itulah yang dialami Ayu Sari Wulandari, Product Group Head, Divisi Dana dan Jasa Konsumen (DJK) PT BNI (persero) Tbk, saat menunaikan ibadah Haji pertama kali tahun 2005-2006 lalu. ”Saya sangat terkesima saat pertama kali melihat Ka’bah. Sebab, selama ini saya sering menyaksikannya hanya yang ada di sajadah saat akan menunaikan shalat,” jelas wanita kelahiran Bogor, 1 Desember 1969 ini.

Saking takjubnya terhadap Rumah Allah itu, kata Ayu, sampai-sampai Ia lupa melafalkan doa saat melihat Ka’bah. ”Tiba-tiba saja, perasaan ini begitu syahdu. Dan mata pun berkaca-kaca,” tuturnya.Ia menegaskan, kekagumannya terhadap Ka’bah, sangat sulit dilukiskan. Pasalnya, sebelum enyaksikannya, Ia mengumpamakan Ka’bah itu merupakan bangunan yang sangat megah dan terbuat dari bahan-bahan yang mewah. Namun, begitu menyaksikannya, yang Ia dapatkan malah sebaliknya.

”Ka’bah justru terbuat dari batu yang sangat kasar dan sederhana. Namun, dibalik kesederhanaan itu, justru menyimpan Keagungan dan Kebesaran Allah,” ujar istri Abdul Rahim ini.Ia pun merasa tidak percaya. Sesuatu yang menjadi perhatian dan kiblat umat Islam di seluruh dunia, justru terbuat dari batu. Namun, ungkapnya, justru keagungan dan kebesaran itu terdapat padanya. Ia mengistilahkan, sesuatu yang menjadi kebanggaan bagi orang di dunia, adalah sesuatu yang mewah, bahkan bisa terbuat dari emas.

Namun, Ka’bah justru terbuat dari bangunan sederhana yang menyimpan segudang misteri. Disinilah, manusia harusnya menjadi sadar. Bahwa, harta dunia yang amat dibangga-banggakan dan di agung-agungkan, tidak mempunyai arti apa-apa di hadapan Allah SWT.”Saya yakin, seandainya diperbolehkan, Ka’bah diperbaiki dan dibuat mewah, pasti banyak orang yang mau melakukannya,” jelas Ayu. Karena itulah, paparnya, Ia menjadi makin cinta dan mengagumi kebesaran dan keagungan Allah.

Ayu menambahkan, pengalaman yang paling berharga juga Ia dapatkan saat mengunjungi makam Rasulullah dan shalat di Raudhah. Saat itulah, ungkap ibu empat anak Farih (10), Nadya (6), Kalisha (4) dan Alya (1) ini, Ia merasa shalat dan berada langsung dihadapan Rasulullah SAW. ”Rasul terasa hadir dan seakan-akan terus mengawasi saya shalat,” ujarnya.

Karena itulah, jelas Ayu, Ia makin cinta kepada Rasulullah SAW. Karena kecintaannya itu pula, maka Ayu pun sering dan selalu menyebut-nyebut namanya.”Orang yang cinta pasti akan terus menyebut-nyebut namanya,” tegasnya. Bahkan, lanjut Ayu, sebelum Ia mengunjungi makam Rasul dan shalat di Raudhah, Ia sudah mengagumi Kubah masjid Nabawi.Pengalaman lainnya yang juga meninggalkan bekas dalam benaknya, kata Ayu, adalah saat wukuf di padang Arafah. Sebagai puncak dari pelaksanaan ibadah Haji, padang Arafah seolah menjadi grand prize bagi umat Islam. Sebab, pelaksanaan wukuf di padang Arafah yang tidak kurang dari enam jam, dimanfaatkan seluruh jamaah haji untuk saling berlomba-lomba mendapatkan grand prize berupa ampunan dosa dari Allah SWT.

Karena puncaknya itulah, maka jauh hari sebelum berangkat menunaikan ibadah Haji, Ayu telah mencatat berbagai kesalahan dan kekhilafan yang selama ini dilakukannya. Tak lupa pula, Ia mencatat berbagai keinginannya agar kehidupan di masa depan menjadi lebih baik lagi. ”Semua orang di padang Arafah memanfaatkan kesempatan yang ada untuk bermunajat dan memohon ampunan Allah SWT,” jelasnya.

Sebab, papar Ayu, Arafah menjadi puncak ibadah haji, karena saat itu Allah menurunkan para malaikat-malaikatnya untuk mencatat segala permintaan hamba-hamba-Nya dan pasti akan dikabulkan-Nya.Alumnus pascasarjana Melbourne University ini menambahkan, di padang Arafah yang terlihat hanyalah warna putih. Semua orang menggunakan pakaian yang sama. Ini, kata dia, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain kecuali ketaqwaannya dan amalnya masing-masing di hadapan Allah.
”Anak-anak kita, suami dan yang lain, sepertinya tidak akan ada yang bisa menolong kita suatu saat kelak di akhirat, kecuali amal shaleh yang bisa membantu,” tegasnya.

0 komentar:

Posting Komentar